Menjawab Karya Membicarakan Feminisme

2 komentar

Pentingnya Cara Komunikasi dalam Parenting

By. TPj

 


Asalamualaikum Sobat Mikir sekalian, gimana kabarnya? Cakmin doakan sehat selalu sekeluarga (aamiin)

Beberapa saat lalu ada admin grup ODOP yang membagi sebuah postingan dari instagram, isinya tentang Sinopsis buku Membicarakan Feminisme. Karena cakmin lagi benar-benar repot dengan agenda yang lain, akhirnya tidak dapat merespon secara langsung. Ternyata mayoritas anggota grup menolak untuk melakukan diskusi dikarenakan banyak hal, tetapi intinya takut berlarut-larut dan tidak selesai.

Entah hal tersebut memang begitu adanya atau tidak, namun hal ini sungguh disayangkan. Karena topik yang diangkat ternyata dari sebuah sinopsis sebuah buku yang ditulis oleh Nadya Karima Melati. Walau belum membaca secara lengkap, sepertinya hal tersebut sudah mewakili sebagian besar gagasan yang ingin disampaikan mengenai kekecewaan anak terhadap ibunya.

Hal ini sebenarnya sangat menarik dan dapat dianalisa dari berbagai sudut pandang, terutama sudut pandang orang tua yang saya akan segera menghadapinya dalam waktu dekat, mengingat anak cakmin baru 16 bulan.

Rangkuman Sinopsis

Jika boleh merangkum dari sudut pandang ilmu komunikasi dan parenting. Intinya si anak merasa tertekan oleh perilaku ibunya, berbagai macam hal termasuk perintah untuk berjilbab. Sudut pandang si ibu, beliau telah menyampaikan pendasaran tentang nilai penting berjilbab walau hanya dari sisi hukuman yang akan didapat ketika kelak di akhirat.

Dengan kurang kuatnya konsep pemahaman tentang ke-akhiratan, ditambah adanya dualitas pendidikan kepribadian di dalam rumah tersebut. Mengakibatkan anak tersebut memilih ke aturan yang longgar dari pihak Ayah, serta menganggap kekangan dan derita ketika berhadapan dengan sang Ibu.

Setelah proses panjang tentang menyiasati perintah ibunya, hingga akhirnya penulis mengalami depresi dan berobat ke psikolog. Pada akhir cerita, penulis memutuskan untuk “menjadi dirinya sendiri” dan memperjuangkan LGBTIQ karena menganggap banyak orang yang tertekan karena dan tidak bisa memilih.

Dasar Ilmu Komunikasi Dakwah

Sebagai seorang muslim, cakmin patut menggunakan referensi utama dari Al Quran dulu, dan prinsip Rasul saat berdakwah. Mengingat hal tersebut merupakan petunjuk yang harusnya menjadi referensi setiap muslim yang ingin menyampaikan sebuah kebenaran.

QS. Ibrahim : 14 Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. …

Hal ini menunjukkan bahwa Allah menyuruh Rasul berdakwah menyesuaikan dengan asumsi kaumnya, yang berarti tidak semau dirinya sendiri dalam menyampaikan dakwah. Sehingga jika kita ingin menyampaikan sesuatu yang baik, hendaklah kita menghitung dan menganalisa dulu bagaimana asumsi dari objek dakwah kita. Dari perhitungan tersebut kita dapat menentukan SAP (Satuan Acara Pembelajaran) mulai objek dari tidak tahu hingga paham.

Rasul menggunakan pakaian bersih, bersiwak dan menggunakan wewangian juga menggunakan tutur kata yang lembut ketika berdakwah seperti yang disampaikan pada buku Muhammad oleh Mohammed Hussein Heikal.

Meskipun masyarakat Arab kala itu identik dengan gurun pasir, serta banyak yang tidak memperhitungkan penampilannya juga kasar ketika bertutur kata sesuai dengan bentukan alam yang keras. Akan tetapi mereka juga segan ketika bertemu dengan orang yang rapi serta tutur kata yang lembut.

Hal ini menandakan bahwa Rasul pun melakukan analisa dan memilih strategi yang sesuai dengan kaum yang akan di dakwahi. Andaikan tidak ada kepentingan petinggi Quraisy yang menghalangi (hambatan dari politik), menurt cakmin strategi rasul akan sukses tanpa harus hijrah ke Madinah.

Kesalahan dalam cerita

Dengan dasar ilmu di atas, kita akan mudah menganalisa kesalahan ibu dalam menyampaikan perintah yang harusnya memberi maslahat, namun diterima sebagai hukuman dan beban oleh anak.

Benar, sang ibu tidak menghitung dengan benar bagaimana anak sebagai obyek dakwah sehingga keliru pula dalam menetapkan strategi untuk menegakkan perintah Allah. Namun, menurut cakmin si anak juga tak luput bersalah.

Kesalahan anak dalam cerita adalah, jika sesuai dengan statemen awal tidak mempermasalahkan jilbab jika perintah Agama. Mengapa tidak mendalami informasi tersebut, tetapi malah berfokus pada kebebasan ber ekspresi dan merambat ke perjuangan LGBTIQ.

Entah kesalahan menyimpulkan ini karena konsumsi informasi dari pihak psikiater atau memang sedari awal cerita yang diangkat sang author adalah karangan semata untuk menyelipkan nilai bahwa LGBTIQ adalah sebuah kebenaran.

Padahal cerita yang dibangun sedari awal adalah tentang cara yang keliru tetapi tidak didalami pesan yang disampaikan benar atau tidak. Malah seakan-akan memaksakan munculnya nilai yang benar (padahal keliru jika didalami) dengan dalih cara tersebut. Sebuah logika yang menurut cakmin aneh, tetapi bagi yang tidak kuat dalam logika akan terhanyut pada cerita dan menelan mentah-mentah nilai yang disampaikan author ini.

Hikmah

Terlepas dari benar tidaknya cerita tersebut (yang menurut cakmin sarat kepentingan ini). Ada beberapa hikmah yang dapat kita ambil yaitu:

  • Idealnya ada koordinasi dari orang tua sang anak, tidak hanya ayah dan ibu tetapi semua stakeholder dalam pembangunan karakter anak (kakek/nenek juga termasuk jika sering berinteraksi dengan anak). Sehingga anak dapat jelas dalam memahami sesuatu.
  • Kita sebagai orang tua, senantiasa berusaha menyampaikan segala sesuatu dengan cara yang baik. Agar tujuan yang kita inginkan dapat tersampaikan dengan baik pula kepada anak.
  • Pertarungan nilai-nilai di sekitar kita sangat jelas adanya, dari sinopsis di atas bisa kita ketahui bahwa adanya upaya penggeseran nilai jika kita tidak wasapada. Bisa jadi, banyak contoh lain di sekitar kita yang juga memiliki misi yang sama.

Penutup

Walaupun tidak sempat ikut berdiskusi di grup, setidaknya cakmin menyampaikan bagaimana pandangan cakmin terhadap topik yang membahas tentang buku Membicarakan Feminisme. Semoga bisa bermanfaat bagi sobat mikir sekalian, baik kita sebagai orang tua maupun sebagai pembaca.

Related Posts

2 komentar

  1. Agak serem ya om. Dari disuruh jilbab, stress, jadi feminis, aktivis LGBTIQ juga... Wallahu a'lam

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau salah cara penyampaian bisa membuat stres & depresi masih masuk akal lah, sebagai orang tua harus wajib belajar tentang etika berkomunikasi pada anak generasi Z.
      Tapi sepertinya cerita ini agak dipaksakan kalau sampai jadi aktivis LGBTIQ sob.

      Hapus

Posting Komentar